首页 > 休闲
Sasi dan Aksi Kaum Mama Menjaga Biota Laut Papua
发布日期:2025-05-29 22:45:19
浏览次数:425
Raja Ampat,quickqapp官方版 CNN Indonesia--

Kelompok perempuandi Kampung Kapatcol, Pulau Misool, Raja Ampat, Papua Barat Daya mengelola sasidemi menjaga alam agar tetap lestari. Generasi muda ikut meneruskan tradisi para leluhur di Bumi Cenderawasih.

Sasi dan Aksi Kaum Mama Menjaga Biota Laut Papua

Almina Kacili (63) duduk di bangku bambu. Tangannya memegang senter yang menerangi sebuah buku berisi lirik lagu. Dia diapit dua perempuan paruh baya. Empat mama lainnya berdiri merapat ke meja di hadapan Almina.

Lewat pukul sepuluh malam, mereka masih latihan bernyanyi untuk ibadah pembukaan sasi esok pagi. Paduan suara mama-mama itu memecah sunyi saat penduduk kampung sudah terlelap di tengah gelap tanpa aliran listrik. Suara jangkrik dan kodok seolah mengiringi mars "Perempuan Papua" yang mereka nyanyikan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada Senin (25/3) pagi yang cerah, Yosep Weutot (62) duduk bersila tanpa baju sambil membawa noken, tas tradisional Papua dari serat kayu rotan. Tetua adat Kampung Kapatcol itu sedang menyiapkan persembahan khusus bagi leluhur untuk upacara pembukaan sasi.

Sasi merupakan tradisi adat masyarakat Papua untuk mengelola sumber daya alam di wilayah tertentu dan dalam kurun waktu yang telah disepakati bersama antara tokoh agama, tokoh adat, dan pemerintah setempat. Di Kapatcol, sasi diterapkan di laut.

Yosep membawa sesaji itu ke gereja. Isinya pinang, sirih, kapur serta rokok yang diletakkan di piring. Warga setempat menyebutnya pon fapo. Masing-masing dibelah tujuh, lalu ditutup kain merah dan putih.

Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Tetua adat Kampung Kapatcol, Yosep Weutot (kedua kiri) menyiapkan pon fapo, persembahan untuk prosesi pembukaan sasi, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

Masyarakat Raja Ampat memiliki filosofi lokal dari leluhur yaitu "hutan adalah mama, laut adalah bapak, dan pesisir adalah anak". Filosofi ini mengajarkan keturunan mereka untuk melindungi alam secara keseluruhan.

Tepat pukul 07.35 WIT liturgi ibadah pembukaan sasi dimulai di Gereja Kristen Injili (GKI) Elim. Warga Kampung Kapatcol yang mayoritas memeluk Kristen pun beribadah. Sebanyak 16 perempuan duduk di bangku jemaat, 12 di antaranya mengenakan seragam bertuliskan "Kelompok Sasi".

Nama kelompok sasi ini Waifuna, yang berarti "yang diberkati Tuhan". Kelompok yang dipimpin Almina ini menjadi motor penggerak sasi laut di Kapatcol, dengan didampingi Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).

Lonceng ketiga berbunyi. Majelis Jemaat Elim Kapatcol membakar tujuh lilin dan memandu lagu pujian. Dari atas mimbar, seorang pendeta membacakan doa pembukaan sasi.

"Hari ini, Senin tanggal 25 Maret 2024 Jemaat Elim Kapatcol bersekutu dan hendak membuka sasi laut jemaat, dengan nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus hamba buka sasi laut Jemaat Elim Kapatcol di pagi ini," katanya.

Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Pemuka agama, tokoh adat dan masyarakat pergi ke laut untuk mengikuti prosesi buka sasi di Kampung Kapatcol, Raja Ampat, Papua Barat Daya. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

Usai ibadah buka sasi, para jemaat menuruni bukit dari gereja menuju dermaga untuk mengikuti prosesi selanjutnya. Sementara anak-anak telah menunggu di ujung dermaga.

Satu per satu orang-orang menaiki sampan. Para pemuka agama berstola ungu berada dalam satu perahu. Beberapa tokoh adat Suku Matbat, suku asli Pulau Misool, membawa pon fapo di perahu berbeda.

Begitu pula kelompok perempuan Waifuna, tua maupun muda, bergegas melompat ke sampan. Anak-anak ikut pergi bersama orang tuanya. Ada pula warga yang membawa hasil kebun, peralatan masak, hingga sepiker jumbo ke perahu.

Guru-guru dan siswa di SD Negeri 20 Kapatcol tak ingin ketinggalan. Ini satu-satunya sekolah di kampung tersebut. Usai menggelar upacara bendera, mereka lalu buru-buru ikut serta kegiatan buka sasi itu.

Setelah semuanya siap, belasan perahu kemudian pergi bersama-sama. Sampan bermesin 15 PK mengantar mereka ke perairan yang berada di sebelah barat Kampung Kapatcol. Kampung yang dihuni 47 keluarga itu pun sepi seperti ditinggal penghuni.

Infografis: Warisan dari Raja AmpatInfografis: Warisan dari Raja Ampat. (CNN Indonesia/Agder Maulana)

Ritual buka sasi

Laut kehijauan tampak tenang menyambut perahu yang datang. Airnya yang jernih membuka pandangan hingga ke karang. Perairan itu berbatasan langsung dengan Laut Seram.

Yosep bersama Petuanan Adat Yohanis Hay dan Alex Mangar melarung pon fapo ke laut dari atas sampan. Ritual ini sebagai cara masyarakat meminta izin kepada penguasa wilayah agar hasil laut yang disasi melimpah.

"Tradisi Matbat setiap buka sasi buat sirih-pinang, kami bicara pada tuan tanah, minta izin dorang yang membuat hasil melimpah," kata Yosep pria bertubuh kekar dan berkulit gelap itu.

Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Foto: CNN Indonesia/Prima Gumilang

Setelah menempuh perjalanan 20 menit, mereka akhirnya menepi ke sebuah pantai yang sunyi. Para pemuka agama, tokoh adat, kelompok perempuan sasi, dan perwakilan masyarakat lalu berjalan kaki agak menanjak menuju satu titik.

Di sanalah tempat papan sasi digantung di sebuah pohon. Papan putih berukuran kira-kira 100 x 50 cm itu dicopot dari tempatnya kemudian dibawa ke perahu. Pencopotan itu menandakan bahwa sasi telah dibuka di tempat itu.

Papan tersebut bertuliskan "Wilayah ibu-ibu Kampung Kapatcol sudah sasi gereja di tengah jemaat GKI Elim Kapatcol". Di bagian bawah kiri papan tertulis "hasil yang disasi: teripang, udang, lola, dan bia garo". Di bagian kanannya tertera "Kelompok Sasi Ibu-ibu, tertanda Ketua Almina Kacili."

Di tempat itu, Yosep menyampaikan sambutan dalam bahasa Matbat. Sementara Alex Mangar menggali lubang lalu menaruh nasi putih dan kuning di atasnya.

Lihat Juga :
Lima 'Surga Ikan' di Raja Ampat dan Tradisi Sasi

Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke titik kedua, tempat papan sasi berikutnya diletakkan. Lokasinya masih di Kampung Kapatcol. Perjalanan menggunakan sampan ditempuh tak kurang dari 15 menit.

Tiga tokoh adat segera turun dari perahu menuju batu karang. Di sana, Yosep kembali melarung pon fapo ke laut. Setelah itu, mereka berjalan kaki ke arah pantai dengan melintasi karang.

Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Almina Kacili (kedua kanan) bersama pemuka agama dan tokoh adat Kampung Kapatcol menurunkan sebuah papan sebagai tanda pembukaan sasi, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

Di sana, Almina sudah menunggu bersama pemuka agama. Papan sasi kedua pun dicopot dari tiangnya. Dengan demikian, tradisi sasi di Kampung Kapatcol resmi dibuka pada hari itu setelah hampir satu tahun, sejak Mei 2023, wilayah itu ditutup karena sasi.

"Sasi itu sesuatu yang dilindungi, tempat dan biota di situ dilindungi," kata Almina.

Ia kemudian mempersilakan semua orang yang datang untuk menyelam dan mengambil biota laut. "Menyelam sudah. Ayo! Kau perahu mana?" kata Almina kepada kelompoknya.

Anak-anak usia sekolah dasar menyelam tak jauh dari tepi pantai. Para remaja, mama-mama muda dan laki-laki dewasa kembali naik perahu. Mereka menuju ke perairan yang lebih dalam untuk memanen hasil laut.

Baca halaman berikutnya: Tidak Serakah Panen Hasil Sasi

Pembukaan sasi di Kapatcolhanya dilakukan selama satu minggu, sesuai kesepakatan kelompok ibu-ibu. Warga menyelam di pagi hari hingga siang dan kembali ke laut pada malam hari.

Hasil laut yang dipanen berupa teripang, lobster, lola atau kerang dengan cangkang berbentuk kerucut, dan bia garo. Meski hasil laut berlimpah saat pembukaan sasi, warga tidak boleh serakah dalam memanennya.

Mereka hanya boleh menangkap biota laut dengan tangan kosong atau menggunakan tombak dan gate-gate, alat tangkap lobster dengan nilon. Penggunaan jala, potasium atau bom tak diperbolehkan karena bisa merusak ekosistem laut.

Selain itu ukuran dan berat biota yang boleh ditangkap pun dibatasi. Teripang minimal panjangnya 15 sentimeter, lola 7 sentimeter ke atas, sementara lobster minimal 5 ons. Ibu-ibu yang tidak menyelam, bertugas mengukur dan menimbang hasil tangkapan di pantai. Jika ukurannya tak sesuai ketentuan akan dikembalikan ke laut.

Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Pengukuran teripang setelah dipanen selama pembukaan sasi di Kampung Kapatcol, Misool Barat. Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

Seiring waktu masyarakat memahami dengan sendirinya mana hasil laut yang boleh diambil.

Pembatasan tangkapan ini dilakukan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem agar hasil laut bisa dipanen pada sasi selanjutnya, dan untuk jangka panjang agar bisa dinikmati anak cucu mereka.

"Ini prinsip pertahanan, mama tidak mau tempat kita dibebaskan, kalau tempat sudah sasi berarti kita sudah lindungi tempat itu. Setiap biota yang ada di situ bisa bertelur dan berkembang. Kalau tempat lain, mereka ambil sesuka hati," kata Almina.

Dalam aturan tak tertulis, masyarakat dilarang mengambil biota laut sebelum digelar upacara buka sasi. Warga Kampung Kapatcol mematuhi aturan tersebut, sekalipun tak ada lembaga yang mengawasinya, termasuk aparat keamanan.

Lihat Juga :
Danramil di Papua Tewas, TNI Sebut OPM Lakukan Pelanggaran HAM Berat

Mereka percaya bahwa kutukan buruk berupa penyakit atau kematian akan menimpa siapa saja yang melanggar aturan sasi.

"Sudah ada bukti atau kenyataan, ada yang keram seumur hidup, digigit ular, ada orang luar, mereka kena penyakit seperti stroke," kata Almina bercerita soal sanksi supranatural.

Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Lola hasil tangkapan warga Kampung Kapatcol selama pembukaan sasi, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

Panen hanya boleh dilakukan hingga masuk periode tutup sasi. Setelah memanen, lobster dan lola bisa langsung dijual. Sementara teripang mesti direbus, diasapi kemudian dikeringkan, baru bisa dijual. Tugas memasak ini juga dilakukan oleh mama-mama.

Teripang kering dijual seharga Rp50 ribu hingga Rp800 ribu per kilogram. Sementara lobster dihargai sekitar Rp200 ribu per kilogram. Selama tiga hari buka sasi, warga berhasil menangkap 1.138 teripang, 599 lola, dan 20 lobster.

Uang penjualan hasil panen pada tiga hari pertama diberikan kepada kelompok sasi Waifuna dan organisasi gereja. Setelah itu, empat hari sisa sasi hasil panen bisa dinikmati masyarakat untuk mencukupi kebutuhan keluarga masing-masing.

[Gambas:Photo CNN]

Waktu pelaksanaan pembukaan sasi pun mempertimbangkan faktor cuaca. Mereka berusaha menghindari angin selatan yang biasanya berlangsung dari Juni hingga Agustus. Pada masa ini angin bertiup kencang, sehingga masyarakat tidak mencari ikan di laut lepas. Biasanya warga pergi ke ladang untuk berkebun jika tidak melaut.

Selain itu, keputusan buka sasi juga mempertimbangkan keperluan masyarakat. Kali ini, penjualan hasil laut yang disasi akan digunakan untuk berobat dua anak yang sedang sakit berbulan-bulan di kampung mereka.

Keputusan ini telah disepakati mama-mama Waifuna. Mereka berharap bisa membawa kedua anak itu ke rumah sakit di Kota Sorong. Sebab di Kampung Kapatcol hanya tersedia satu puskesmas pembantu (pustu) dengan seorang perawat.

Infografis - Sasi Papua Jaga Alam RayaInfografis - Sasi Papua Jaga Alam Raya. (CNN Indonesia/Astari Kusumawardhani)

Generasi penerus tradisi

Yolanda Kacili (23) dan Yunance Kacili (21) telah bersiap di atas perahu yang sama. Berbekal kacamata renang dan fins, keduanya langsung menyelam untuk mengambil teripang, lola, lobster atau bia garo. Sementara itu, Almina bertahan di atas perahu menanti tangkapan di laut.

Tak sampai lima menit menyelam, Yolanda langsung muncul ke permukaan air. Dia tersenyum lebar sambil menunjukkan hasil tangkapannya yaitu teripang seukuran lengan orang dewasa.

Di titik lain, Marten Luther (10) ikut menyelam bersama ibundanya, Aderce Manurun (42). Dia mengenakan kacamata renang berbingkai kayu susu dan bertali karet dari ban bekas. Sementara ayahnya memantau sambil mengemudikan perahu.

Marten, Yolanda, Aderce dan puluhan orang lainnya menyelam bersama-sama untuk memanen hasil laut yang disasi. Keikutsertaan mereka sebagai upaya edukasi antar-generasi agar anak cucu mereka mau dan mampu menjaga tradisi sasi.

Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Yolanda Kacili dan Yunance Kacili menunjukkan biota laut hasil tangkapannya selama pembukaan sasi di Kapatcol, Raja Ampat, Papua Barat Daya. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

Kepala Kampung Kapatcol, Luis Hay (38) bercerita, secara historis, sasi di Kapatcol dikelola oleh laki-laki. Namun pelaksanaannya sempat terhenti lantaran hasil sasi tak maksimal.

Menurut Luis, saat itu belum ada pemahaman yang tepat di antara para pengelola sasi. Satu kali buka sasi, sesudah itu tidak ditutup lagi.

"Kami laki-laki unsur PKB (Persekutuan Kaum Bapak) pernah sasi satu lokasi, pernah dipanen, hasilnya lebih banyak yang ibu-ibu punya, mungkin salah persepsi," kata Luis.

Hingga pada 2011 untuk pertama kalinya dalam sejarah Papua, kelompok perempuan di Kampung Kapatcol mengambil peran pengelolaan sasi, hingga kini. Berawal dari kegelisahan seorang ibu karena tak ada lagi ikan untuk dimakan.

Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Almina Kacili menunjukkan teripang dan bia garo hasil tangkapan warga Kapatcol selama pembukaan sasi, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

Kelompok perempuan berhasil mendapat kepercayaan dari gereja, pemerintah kampung dan tokoh adat. Mereka diberi mandat untuk mengelola wilayah perairan melalui sasi. Waifuna dinilai berhasil mengelola sasi. Pemerintah desa pun memperluas wilayah sasi kelompok ini dari 32 hektare menjadi 213 hektare pada 2019.

Seluruh kawasan sasi berada di zona penangkapan ikan tradisional dengan fungsi khusus zonasi kawasan sub-sasi di kawasan konservasi.

"Bantuan dari pemerintah daerah belum ada sama sekali. Kalau pemerintah kampung, kami sangat mendukung kegiatan sasi karena menunjang dan menjaga biota laut yang ada di daerah kita," ujar Luis.

Dia mengenang masa kecilnya ketika menyelam bersama sang ayah di laut yang tidak di sasi. Dalam satu malam, dia bisa mendapat puluhan ekor lobster. Sekarang, satu ekor pun susah didapat semalaman.

Begitu pula dengan lola, kata Luis, dulu tinggal "turun-pungut" saking melimpahnya. Kini, menurutnya, warga harus menyelam dan mencari-cari lola. Karena itu, sasi dilaksanakan untuk menjaga agar biota laut tetap terjaga.

"Kalau tidak dengan cara itu (sasi), ke depan anak cucu kami tidak akan lihat seperti yang kita lihat sekarang," sambungnya.

Tradisi Buka Sasi di Perairan Misool, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)Kepala Kampung Kapatcol, Luis Hay menunjukkan lola hasil tangkapannya saat buka sasi, Senin (25/3/2024). (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

YKAN mendukung Waifuna untuk memastikan ekosistem dikelola dengan cara yang sehat dan regeneratif. Lembaga ini memberikan penguatan kapasitas bagi anggota kelompok Waifuna melalui berbagai aktivitas seperti pelatihan monitoring wilayah sasi, pelatihan manajemen keuangan, dan pelatihan menyelam bebas.

"Memang perempuan ini mereka memikirkan jangka panjang. Ketika mama-mama di dapur, tidak ada ikan pada hari itu, mereka resah, kenapa tidak ada ikan," kata Manajer Senior Bentang Laut Kepala Burung YKAN, Lukas Rumetna.

Yolanda adalah salah satu anggota Waifuna yang mengikuti pelatihan menyelam. Meskipun dia sudah terbiasa menyelam sejak usia sembilan tahun, namun pelatihan itu memberinya pengetahuan tentang teknik pernapasan yang aman saat menyelam.

Lihat Juga :
Usai 20 Tahun, Suku Irarutu Papua Barat Gelar Tradisi Sasi Pala Lagi

Dia berharap generasinya bisa ikut menjaga tradisi sasi dan bersama-sama kelompok perempuan Waifuna menjaga alam dan kehidupan tetap lestari.

"Supaya sasi ini tidak terputus untuk ibu-ibu saja tapi kami anak muda juga harus bergabung, supaya ada penerusnya," kata Yolanda.

Tradisi sasi di Kapatcol bertahan hingga sekarang demi melestarikan alam dan kehidupan generasi yang akan datang. Kelompok sasi Waifuna bahkan mendobrak budaya patriarki, di mana perempuan sering kali dikucilkan dari peran kepemimpinan.

上一篇:香港大学研究生申请条件是什么?
下一篇:Sejarah Angpao Lebaran dan Alasan Kenapa Selalu Pakai Uang Baru
相关文章